🃏 Sangkan Paraning Dumadi Sunan Kalijaga
SangkanParaning Dumadi - Bendung Layungkuning di Tokopedia ∙ Promo Pengguna Baru ∙ Cicilan 0% ∙ Kurir Instan.
SangkanParaning Dumadi di Tokopedia ∙ Promo Pengguna Baru ∙ Cicilan 0% ∙ Kurir Instan.
Sangkan paraning dumadi' yang diajarkan oleh sunan Kalijaga dan Ronggowarsito sebenarnya adalah konsep mengenal jati diri manusia, dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai islam. Ajaran tersebut tidak bertentangan dengan nilai Islam sehingga bisa memberi pelajaran bagi kita bahwa budaya nenek moyang dan ajaran islam tidaklah bertentangan.
Beranda» OPINI » Sangkan Paraning Dumadi. Sangkan Paraning Dumadi. LAPORAN : Admin RMOLJABAR. Sabtu, 20 April 2019 | 02:37 Updated: Sabtu, 20 April 2019 | ;02:37. PUJANGGA Jawa, Yosodipuro menggubah sebuah kakawin †Serat Dewa Ruci†yang disampaikan dalam bentuk macapat selaras rumusan tembang dalam bahasa Kawi, Sansekerta dan Jawa Kuna.
Dalamkonteks ini peneliti mendeskripsikan ajaran sangkan paraning dumadi, kemudian dilakukan analisis, sehingga bisa dilihat secara keseluruhan ajaran tersebut. Adapun data yang digali adalah
Eps Sufi Nusantara - Sunan Kalijaga [47]Makna sangkan paraning dumadi, kalau dalam bahasa agamanya innalilahi wa innailaihi rojiunUntuk video full dan cara
Manusiasering diajari filosofi Sangkan Paraning Dumadi itu ketika merayakan Hari Raya Idul Fitri. Biasanya masyarakat Indonesia lebih suka menghabiskan waktu hari raya Idul Fitri dengan mudik. Nah, mudik itulah yang menjadi pemahaman filosofi Sangkan Paraning Dumadi. Ketika mudik, kita dituntut untuk memahami dari mana dulu kita berasal, dan
Tidakada komentar: Fri, 19.. . kita berada di akhir hayat. Manusia sering diajari filosofi Sangkan Paraning Dumadi itu ketika . Desember 19, 2012 10:17 pm. pak bodong, pak riko di.. Sangkan Paraning Dumadi (Jejak Sejarah Pengetahuan Manusia) - Free download as Word Doc (.doc), PDF File (.pdf), Text File (.txt) or read online for free. .
BunyiAmalan Kantong Macan " Hong ilaheng, awang-awang uwung-uwung, segoro macan teko' maringi pitulung, macan gembong macan putih, podho ngewangi wus kasinggih, mbuko jagad kunci sangkan paraning rezeki " Amalan Kantong Macan tersebut bisa mengaktifkan khodam Macan Kumbang di dalamnya Bunyi Amalan Kantong Macan " Hong ilaheng, awang
. TIDAK Dalam kisah babat alas tanah jawa di masa penyebaran islam, banyak keunikan dan proses yang menarik di dalamnya baik dari segi pengajaran serta cara pendekatan para tokoh sufi atau dengan gelar “Para Wali”. Kesulitan yang terjadi pada masa islam masuk ke tanah jawa adalah banyaknya adat dan budaya yang tidak dimiliki bangsa lain, sehingga para wali ini tidak semerta –merta menyebarkan islam sesuai pengajaran yang di terimanya saat berada di tanah padang pasir. Salah satunya tokoh sufi dengan gelar sunan Kalijaga, wali yang sangat di kagumi terutama masyarakat tanah jawa dan beliau murid pertama dari sunan bonang dengan ajaran dan tuntunan yang masih di jalankan oleh kalangan masyarakat sampai saat ini khususnya di pulau jawa. Perpaduan adat dan budaya yang diajarkan, kemudian dirubah dalam bentuk pesan yang isinya terdapat kandungan ayat-ayat suci Al Qur’an. Mempunyai pesan yang sangat dalam bahkan di sakralkan oleh masyarakat sampai saat ini, dengan mengenal istilah Sangkan Paraning Dumadi. Ojo Lali Sangkan Paraning Dumadi Jangan Lupa Dari Mana Engkau Berasal Dan Akan Kembali merupakan dakwah paling efektif yang di ajarkan oleh Sinuhun Kalijaga, inilah penjelasannya. Pada masa itu, masyarakat sangat mengagumi budaya pertunjukan wayang. Sehingga oleh sunan kalijaga di tirulah kebiasaan masyarakat dengan sentuhan islami, merubah bentuk wayang dengan kulit karena pada jaman dulu wayang tergambar dan dalam islam tidak diperbolehkan dalam sebuah gambaran yang berbentuk kehidupan. Serta dalam critanyapun dirubah yang awal dari kisah budaya hindu kemudian di sisipkan ajaran islam, sehingga beliau berkata “Judul Wayangku ini saya beri nama wayang Innalillahi Wa Inna Ilaihi Roji’un”, namun bagi orang jawa mereka tidak akan paham akan kisah itu. Kemudian Sunan Kalijaga musyawarah dengan Sunan Bonang dan Sunan Drajad Sunan Drajad berkata Mohon maaf Dimas Kalijaga, ini wayang dengan judul Innalillahi Wa Inna Ilaihi Roji’un apa iya orang jawa akan paham? Agar supaya orang Jawa paham aku berinama wayang ini dengan judul “Jangan Lupa Dari Mana Engkau Berasal Dan Akan Kembali”. Pada akhirnya disetujuilah peran pertama da’wah islamiyah dengan menggunakan pagelaran wayang kulit yang akan dibawakan oleh sunan kanjeng kalijaga atas perintah sang guru Sunan Bonang sesuai judul yang diberikan. Tetapi Kanjeng Sunan Kalijaga merasa tidak lengkap jika pertunjukan wayang beliau dalam berda’wah tidak diiringi musik dan tembang, sedangkan pada jaman itupula kebiasaan masyarakat tanah jawa hobi dan suka sekali dengan budaya tembang. Saat itupula sang guru Sunan Bonang memerintahkan sunan kalijaga untuk meminta bantuan kepada sunan Drajat, untuk meminta membuat sebuah tembang dan music sebagai kelengkapan da’wah beliau melalui pertunjukan wayang Kemudian Sunan Drajat Berkata Baiklah dimas, karena itu perintah dari kakangda Sunan Bonang agar supaya orang tidak lupa dengan Jangan Lupa Dari Mana Engkau Berasal Dan Akan Kembali, maka aku buatkan tembang MACAPAT Apa itu Tembang MACAPAT? Agar manusia selamat, mereka harus bisa maca barang papat membaca empat hal. Apa saja Barang Papat itu? Saudara yang lahir di alam dunia bertempat di jiwa raga. Yang kanan berupa malaikat jumlahnya 2 namanya Malaikat hafadhoh, yang kiri berupa iblis jumlahnya 2 namanya Jin Qorin. Bahkan perjalanan masih belum usai, dari sebuah tembang yang sudah dibuatkan oleh Sunan Drajat pun tidak bisa ditrima secara akal oleh masyarakat setempat. Sunan Drajat berkata “karena hal seperti ini orang Jawa ya tidak paham juga Sebab itu aku beri nama sedulur papat lima pancer saudara empat lima pusat". Masalah seperti ini, jika kita tidak paham akan jadi masalah. Sebab jika pusatnya fisik manusia itu sendiri memerlukan kekuatan, menggunakan kekuatan sisi kiri bisa, menggunakan kekuatan sisi kanan juga bisa.” “Menggunakan kekuatan sisi kiri juga bisa caranya puasa ngebleng tidak makan tidak minum tidak tidur 3 hari yang di baca mantranya Sun Amatek Ajiku si Jaran goyang dst, Ya sama sama bisa, sama sama berhasil.” “Jadi jika Kyai kuat tirakatnya ya terang auranya, Dukun yang tidak pernah mandi jia kuat tirakatnya ya terang auranya. Jadi sama sama terang auranya, di ibaratkan mencari ayam tanya ke pak kyai ya ketemu ayamnya, tanya ke dukun yang gak pernah mandi ya ketemu ayamnya. Hanya saja bedanya…. yang satu kanan seperti terangnya lampu, yang satu lagi kiri seperti terangnya rumah terbakar. Mencari ayam malam malam pakai lampu senter ya ketemu, menggunakan blarak yang di bakar juga ketemu, lampu senter utuh, blaraknya habis kebakar.” Ungkap sunan drajat kepada sunan kalijaga, karena pada masa itu masyarakat tanah jawa gemar dalm bertirakat atau berpuasa. Dalam penjabaran makna pesan di atas, jika dilakukan pada era sat ini contoh dalam hal “Seperti, orang laki laki yang sedang kasmaran dengan wanita ingi menggunakan kekuatan sisi kanan bisa, caranya puasa 3 hari yang di amalkan Ya rohman Ya Rohim, nanti pasti si wanita tersebut akan berkata “I Love You”. Jika dilakukan dalam amalan Jika sudah demikian Dimas Kalijaga, sebagai permulaan tak buatkan lagi tembang MASKUMAMBANG Maksudnya turunnya ruh ke alam dunia harus di selamati tasyakuran ketika usia 4 bulan sampai 7 bulan dengan bacaan Alquran dan Solawat. MASKUMAMBANG itu bayi ingkang ngambang bayi yang mengambang dimana turunnya ruh di alam dunia masuk kedalam raga sang ibu yang akhirnya menjadi bayi, nanti kalau sudah lahir tembangnya bernama MIJIL MIJIL Maksudnya bayi lahir masa kecil itu jenis kelaminnya laki laki atau perempuan. Di akikahi jika laki laki kambing 2 jika perempuan kambing satu di sahadatkan kepada Gusti ALLAH. Setelah MIJIL tembange bernama KINANTI KINANTI Anak kecil itu harus di wanti wanti akhlaknya dengan berpegang teguh pada agama, Sebab itu seperti NU, Muhammadiyah mendirikan TPA, TPQ, Raudlatul Athfal itu bertujuan supaya menerima kinanti tersebut. Di wanti wanti dari sejak kecil kok tidak di didik akhlak, tidak di wanti wanti agama nanti bakalan terjerumus. Sebab anak kecil tersebut bakalan masuk ke tembang SINOM. SINOM Anak kecil akan menjadi Enom anak muda. Anak muda itu nakal, susah di didik, sebab itu tembang SINOM harus di pegang erat ret sebelum masuk tembang ASMORODONO. ASMORODONO Anak muda jika hatinya sudah terkena Amorodono asmaradana waktunya taman asmara, sudah kenal “jatuh cinta”tidak bisa di didik. Sebab pepatah mengatakan jika seseorang sedang di landa cinta tai kucing rasa coklat. Selepas asmorodono siap siap masuk ke tembang GAMBUH. GAMBUH Waktunya tiba antara pemuda laki laki dan perempuan membangun mahligai rumah tangga, dengan jalan perkawinan, setelah itu mulai masuk ke tembang DANDANG GULA. DANDANGGULA Dandang itu pahit, Gula itu manis, maksudnya jika mendapat istri pintar memask pintar cari duit, hidup rukun sakinah mawaddah warahma itu namanya dapat manis kaya gula. Akan tetapi jika dapat istri / suami kerjaannya ke tempat konser, karaoke, suka ngeramal togel, pulang pulang nempeleng, itu dapat pahit seperti dandang. Jadi di masa ini manusia sudah bisa merasakan pahit manisya hidup. Selanjutnya di teruskan dengan tembang DURMO. DURMO Satu masa di mana manusia sudah waktunya mmendermakan harta benda, tenaga, ilmu intinya khoirunnas anfauhum linnas sebaik baik manusia adalah manusia yang memberi manfaat terhadap yang lainnya. Bakti terhadap sesama manusia, memberikan pitutur kebaikan meskipun sekedar satu huruf. Setelah itu di teruskan tembang PANGKUR. PANGKUR Manusia tau tau mungkur meninggalkan dunia, sebab itu jika sudah waktunya mau meninggalkan dunia usia lanjut segera cari jalan hidup yang benar, pergi ke masjid, cari ulama, rajin mengaji, menanam kebaikan sebelum kedatangan tembang MEGATRUH. MEGATRUH Megat pisah – Ruh nyawa masa lepasnya ruh dengan jasad dan yang paling terakhir tembangnya PUCUNG. PUCUNG Manusia jika sudah di pucung di kafani terus di masukkan pintu kecil, tidak ada cendela mujur utara menghadap ke barat, hidup sendirian di alam kubur. Sebab itulah jika manusia di panggil BUYUT itu maksudnya siap siap mlebu lawang ciut masuk pintu kecil. Jika sudah sudah masuk lawang ciut ketemu sama Malaikat Munkar dan Nakir…. Jika manusia lupa sama SANGKAN PARANING DUMADI ketika di tanya malaikat dua tadi tidak bisa menjawab, alamat Innalillahi wa inna ilaihi roji’un…. Sebab itulah kanjeng Sunan Kalijogo…., mausia hidup di alam dunia itu bakal mengalami delapan fase kehidupan Anak segala sesatu di usahakan ada, meskipun tidak ada orang tua pasti berusaha mewujudkannya supaya anak berkecukupan Bapak Panggilan seseorang yang telah memiliki anak Mbah Jika sudah di panggil si mbah, itu berarti masa hidupnya tinggal selangkah Buyut Siap siap masuk lawang ciut Canggah Jika masa hidupnya amal ibadahnya tidak mencukupi manusia bakalan di cekik sampai tergantung Gantung Siwur di gantung sambil di siksa di dalam neraka Udeg – Udeg setelah itu di aduk aduk di dalam neraka sampai bosok gosong, busuk Gedebog Bosok jika sudah gosong atau busuk itu pertanda dosa dosanya telah bersih setelah di cuci di neraka, kemudian manusia tadi jika selamat di keluarkan dari neraka terus di masukkan kedalam surganya Gusti Alloh, namun jika masa hidupnya tidak memiliki iman, selamanya dia akan menjadi busuk di dalam neraka Inna Lillahi Wainna Ilahi Roji’un. WY BAGIKAN KE ORANG TERDEKAT ANDA ONE SHARE ONE CARE Sekilas tentang penulis tidak lupa terimakasih anda telah membaca artikel yang kami buat di blok ini, semoga bisa memberikan wawasan cakrawala sejarah. silahkan baca artikel lainnya yang lebih menarik s
“Setiap tetes air dari Allah yang menimpa rambutmu, kepalamu, keningmu, wajahmu, badanmu, dan bajumu, mudah-mudahan merupakan datangnya rezeki Allah kepadamu. Dunia maupun akhirat,” buka Cak Nun mengawali Sinau Bareng di Ponpes Segoro Agung, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Jumat malam 21/02.Cak Nun melanjutkan prolog, mewedar kedudukan pesantren. Menurutnya, pesantren bukan masa silam, melainkan hari depan. Pesantren dengan segala kelengkapan metode maupun sistem belajarnya cukup diorientasikan untuk menjawab tantangan Nun menandaskan alternatif sudut pandang. Acap kali pesantren dianggap ketinggalan zaman, tergilas oleh sekolah modern. Stigma tradisional sering disematkan kepada pesantren, bahkan diakui tak lagi relevan di dunia pendidikan modern. Terhadap pandangan itu Cak Nun bersilang pendapat. “Pesantren adalah kaifiyyah tata cara, thoriqoh, sosial, budaya, spiritualitas, bahkan kenegaraan untuk masa depan,” itu tema Sangkan Paraning Dumadi dibabar secara bernas. Diteropong dari multiperspektif. Seraya berkelakar, Cak Nun menuturkan, bukan berarti kalau dirinya dan Ki Sigid Ariyanto bersandingan dalam sepanggung, maka acara ini terbagi dua tema. Antara religiusitas dan klenik. “Kita akan membicarakan persambungan antara wayang dan Islam,” papar Cak Paraning Dumadi itu kamu berasal dari mana dan hendak ke mana. Di Islam pernyataan itu sama dengan Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Sangkan manusia itu Innalillah dari Allah, sedangkan dumadi-nya ilaihi roji’un. Jadi, menurut Cak Nun, Innalillahi wa inna ilaihi roji’un itu bukan untuk ucapan orang yang meninggal, melainkan orang yang masih manusia, lanjut Cak Nun, mengidentifikasi kelahirannya secara administratif lahir kapan, di mana, dan orang tua siapa. Pemahaman itu menjadi arus utama di kalangan masyarakat umum. Konsep sangkan dan paran, bagi Cak Nun, justru mendahului eksistensi pencatatan sipil semacam itu. Manakala Tuhan menciptakan, maka di situ permulaan itu datang dari Tuhan dan pulang kembali kepada-Nya. Pada kesempatan lain Cak Nun menguraikan dimensi Innalillahi wa inna ilaihi roji’un sebagai bulatan. Ia datang dari titik sama dan memutar kembali ke titik semula. Aneka rupa dinamika kehidupan manusia niscaya relatif, namun sangkan dan paran berpola itu BermaiyahCak Nun mengaitkan antara wayangan dan Maiyah. Maiyah itu bukan kelompok. Maiyah itu berpaut erat dengan kelembutan hati yang membuat manusia selalu ingin bertemu, bergandengan tangan dan menguatkan. “Wayangan iku yo Maiyahan. Maiyah bukan benda padat. Ia nilai. Setelah Sinau Bareng nanti, kita akan berpindah Maiyahan ke wayangan,” Ki Sigid Ariyanto adalah pelopor Simpul Maiyah Sendhon Waton, Rembang. Ia menjelaskan sepintas makna Sendhon Waton. Sendhon itu rangkaian kata terpilih dan terindah yang mengandung ajaran kearifan leluhur. Waton itu berarti mempunyai referensi, sebuah pijakan Sigid bercerita akan membawakan lakon Dewa Ruci dan Bima Suci. Kisah Dewa Ruci relevan ditampilkan karena, menurutnya, setarikan napas dengan tema Sangkan Paraning Dumadi. Menampilkan tokoh utama Brotoseno. “Ia sama dengan Bima dan Werkudara. Brotoseno berguru di Pesantren Sakalima. Di cerita Brotoseno tersebut ingin tahu ilmu Sangkan Paraning Dumadi Kawruh Kasampurnan,” lanjut Ki wayang kearifan lokal leluhur termediasi apik. Cak Nun mempertajam kalau selama ini pandangan mengenai wayang selalu dikaitkan dengan kisah Ramayana dan Mahabharata. Tapi sepanjang sejarahnya, seiring masuknya agama Islam, kedua kisah itu digubah oleh Sunan Kalijaga untuk media dakwah. “Jadi, wayang yang kita kenal sekarang yang berasal dari dua kisah tersebut pada gilirannya diislamkan’ oleh beliau,” konsep pakem dan carangan dalam wayang. Cak Nun sendiri melihat kedudukan punakawan yang terdiri atas Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong tak diambilkan dari epos India. Mereka dimunculkan sesuai kebudayaan Jawa. Upaya pencarangan dalam wayang, khususnya aspek pengisahan, kerap direproduksi dalang sebagai bagian dari proses kreatif.“Punakawan sendiri itu yang menemani dengan keilmuan dan kebijaksanaan, sementara ponokawan itu menemani dengan cinta,” papar Cak Nun. Oleh Cak Nun sendiri, selama proses kepenulisan kreatif, peran Punakawan pernah diadaptasikan ke dalam Novel Arus Bawah 1994. Tentu dengan penyesuaian alur cerita berlatar Karang Kedempel yang sebetulnya konotasi wilayah Indonesia. “Punakawan sendiri adalah representasi dari demokrasi yang disuarakan kaum kelas bawah.”Sinau Bareng malam itu begitu khidmat, meski gerimis terus mengguyur. Jamaah terlatih untuk “berpuasa” terhadap segala kondisi dan mengondusifkan diri agar tak terdistraksi. “Puasa adalah bentuk fermentasi mental dan hati. Jika kamu sering puasa, maka hatimu akan luwes dan lembut,” pesan Cak di luar diri hendaknya diatur sesuai kedaulatan individu. Cak Nun menambahkan agar jamaah jangan menangisi dunia. “Jangan bergantung pada dunia pula. Usahakan dunia tergantung pada Anda, dan Anda yang harus mengatur dunia,” tambahnya. Yang mempertautkan diri-dalam dan kondisi-luar adalah relasi penuh kasih. Pesantren punya potensi untuk berdaulat.“Hubungan tertinggi antara manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhan adalah cinta. Berhentilah membuat sekat tentang keluasan cinta dan jangan pernah berhenti mencintai,” pungkas Cak Nun.
Authors DOI Keywords philosophy axis, phenomenology, hermeneutics, Yogyakarta, sangkan, para, Pangeran Mangkubumi Abstract The Philosophy Axis of the Yogyakarta Palace reflects the human journey from a fetus, a baby, growing into a child, a teenager then an adult human being, having a family, aging and finally dying. The complete journey of human life is reflected in the philosophical expression of Sangkan Paraning Dumadi as the teachings of Islam are innalillahi wa innailaihi roji'un QS. Al-Baqarah [2]156. The philosophical concept of the heritage of the Javanese poets by Prince Mangkubumi is manifested in the form of the Yogyakarta Palace architecture. This article reviews the relationship of religion and culture with the Axis of Philosophy of Yogyakarta City within the framework of Javanese-Islamic typology through a phenomenology-hermeneutics of Husserlian-Heideggero-Gadamerian. References Ahimsa-Putra, Heddy, Shri, “Fenomenologi Agama Pendekatan Fenomenologi untuk memahami Agama”, Walisongo, Volume 20, November 2012. Atkinson, Magic, Myth and Medicine New York Premiere Book Edition, 1958. Azmeh, Aziz Al-, Islamic Law Social and Historical Contexts, 1988. Azra, Azyurmardi, Islam Nusantara, Jaringan Global dan Lokal, Bandung Mizan, 2002. Baso, Ahmad, Plesetan Lokalitas Politik Pribumisasi Islam, Jakarta Desantara, 2002. Bruinsen, Martin van, dalam Amanah Nurish, Agama Jawa Setengah Abad Pasca-Cifford Greetz, Yogyakarta LKiS, 2019. Brower, Psikologi Fenomenologis. Jakarta Penerbit Gramedia, 1984. Carey, Peter, Urip Iku Urub Untaian Persembahan 70 tahun Profesor Carey, Jakarta Kompas Media Nusantara, 2019. Dinas Kebudayaan DIY, Buku Profil Yogyakarta City of Philisophy, Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta 2015. Endraswara, Suwardi, Falsafah Kepemimpinan Jawa. Jakarta PT Buku Seru, 2013. Farid, Muhammad, dkk., Fenomenologi Dalam penelitian Ilmu Sosial. Jakarta Prenadamedia, Hardiman, F., Budi, Heidegger dan Mistik Keseharian Suatu Pengantar Menuju Sein und Zeit, Jakarta Kepustakaan Populer Gramedia, 2003. Haryanto, Joko Tri , Mengeja Tradisi Merajut Masa Depan, Semarang Pustakindo Pratama, Heidegger, Martin, Being and Time, translated by John Macquarrie & E. Robinson, Oxford Blackwell, 1962, 50. Hirsch Jr., Validity in Interpretation. New Haven and London Yale University Press, 1967. Husserl, Edmund, Ideas Pertaining to Pure Phenomenology and to Phenomenology of Philosophy, Boston Martinus Nijhoff Pubisher. Ichwan, Moch. Nur, Meretas Kesarjanaan Kritis Al-Qur’an. Bandung penerbit Teraju, 2002. Inyak Ridwan Muzir, Hermeneutika Filosofis Hans-Georg Gadamer. Yogyakarta Ar-Ruzz Media, 2010. Khalil, Ahmad, Islam Jawa Sufisme Dalam Etika & Tradisi Jawa. Malang UIN-Malang Press, Kockelmans, Joseph, Edmund Husserl Phenomenology, Indiana Purdue University Press, 1994. Koentjoroningrat, Kebudayaan Jawa. Jakarta Balai Pustaka, 1994. Kolis, Nur , Ilmu Makrifat Jawa sangkan paraning Dumadi Eksplorasi Susfistik Konsep mengenal Diri dalam Pustaka Islam Kejawen Kuci Sawrgo Miftahul Janati. Ponorogo Nata karya, 2018. Kumitir, Mas, “Kitab Primbon Suanan Bonang”, 2017, diakses 28 Sepetember 2020, Kuntowijoyo, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia, Yogyakarta Shalahudin Press , Lembaga Penelitian UIN Sunankalijaga, “Pemikiran Hermeneutika dalam Tradisi Barat Reader”, Editor Syafa’atun Almirzanah dan Shairon Syamsuddin YogyakartaPenerbit UIN Sunankalijaga, 2011. Marizar, Eddy S., Kursi Kekuasaan Jawa. Jakarta Narasi, 2013. Mifedwil, Jandra, Perangkat Alat-alat dan Pakaian serta Makna Simbolis Upacara Keagamaan di Lingkungan Keraton Yogyakarta Yogyakarta Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya DIY, 1990. Mulder, Niels, Mistisime Jawa Ideologi di Indonesia Yogyakarta LkiS, 2001. Mulkhan, Abdul Munir, Syekh Siti Jenar Pergumulan Islam Jawa. Jogjarakta Penerbit Jejak, Muqoyyidin, Andik W., “Dialektika Isam dan Budaya Lokal Jawa” , IBDA, Jurnal Kebudayaan Islam, Vol. 11, No. 1, Januari - Juni 2013. Nurish, Amanah, Agama Jawa Setengah Abad Pasca Clifford-Geertz, Yogyakarta LKiS, Page, Carl, “Philosophical Hermeneutics and Its Meaning for Philospophy”, dalam Philosophy Today. Summer, 1991. Permana Rahayu, ”Sejarah Masuknya Isam di Indonesia, Jurnal, 2015 Rahman, Fazlur, “Qur’anic Concept of God, The Universe and Man”, Islamic Research Institute, Vol. 6, No. 1, MARCH 1967. Semua Kecamatan Diganti Kapanewon, 2002, diakses 29 September 2020, Ricklefs, Yogyakarta di Bawah Sultan Mangkubumi 1749-1792 Sejarah Pembagian Jawa. Yogyakarta Mata Bangsa, 2002. ............Kota Yogyakarta 200 Tahun. Panitia Peringatan Kota Yogyakarta 200 Tahun, 1956. Suyono, Capt. Dunia Mistik Orang Jawa Roh Ritual dan Benda Magis. Yogyakarta LkiS, Saputro, Anang Eko, Suluk Baka Suatu Tinjauan Filologis, 2003, diakses 25 September , org/paper/Suluk-baka-suatu-tinjauan-filologis-Saputro/9d730fe84fc85d45d4d97 1e30b32176a55251de2. Sumbulah, Ummi, “Islam Jawa dan Alkulturasi Budaya Karakteristik, Variasi dan Ketaatan Ekspresif”, el-Harakah Tahun 2012. Suryajaya, Martin, Imanensi dan Transendensi. Jakarta Penerbit Aksi Sepihak, 2009. Tibbi, Bassam, Islam and Cultutral Accommodation of Social Change, San Francisco Westview Pres, 1991. Uddin, Baha` dan Dwi Ratna Nurhajarini, Mangkubumi Sang Arsitek Kota Yogyakarta. Balai Pelestarian Budaya Daerah istimewa Yogyakarta, 2010. Zuhdi , Muhammad H., “Dakwah dan Dialektika Alkulturasi Budaya”, Jurnal Syariah IAIN Mataram, 2015. Wagner, Helmut R. , Alfred Schutz on Phenomenology and Social Relation . Chicago and London Chicago University Press, 1973 . Wood, David, The Deconstruction of Time, Antlantic Highland humanities Press International, Inc, 1989. Woodward, Mark, Java, Indonesia and Islam. London New York Springer, 2011. ..........., Islam Jawa Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, terj. Hairus Salim, judul asli Islam in Java Normative, Piety and Miticism, Yogyakarta LkiS, 1999. Zarkasyi,al-, Burhan fi Ulum Al-Qur’an, Beirut Dar al-Ma’rifah, 113. Zoetmulder, Manunggaling Kawulo Gusti Pantheisme dan Monisme dalam Sastra Suluk Jawa. Jakarta Gramedia Pustkan, 1990.
sangkan paraning dumadi sunan kalijaga